Terkini  Popular    Mula Topik

Teori Disebalik Bom Bali...

2005-10-03 12:06:35
Oleh
Matamata
Sila baca dan fikirkan bersama...
Satu Teori Dibalik Bom Bali
Bom Mikro Nuklir, CIA dan Mossad
Reporter : Teguh Budi Santoso

detikcom - Jakarta, Kemungkinan digunakannya mikro nuklir dalam pemboman Bali bukan hal yang mengejutkan bagi mantan staf BAKIN, Suripto. Sedari awal, Suripto memang menduga, bom Bali adalah pekerjaan intelijen barat. Katanya, tanda-tanda keterlibatan Mossad atau CIA nampak walau sukar dibuktikan.

Dalam perspektif Suripto, bom Bali adalah rangkaian operasi intelijen yang sudah di-setting sejak awal. Tujuan utamanya adalah menekan pemerintah agar lebih tegas dalam mengambil sikap memerangi tokoh radikal Islam yang disinyalir barat banyak berada di Indonesia.

Suripto, mantan Sekjen Dephut ini melihat intensitas intelijen itu dimulai sejak awal tahun ini. Beberapa pejabat intelijen ataupun polisi Amerika Serikat (AS) terlihat mengunjungi Indonesia, seperti Direktur FBI Robert Muller. Suripto yakin hal ini terkait keinginan AS menangkap tokoh-tokoh Islam yang dituduh terkait terorisme.

Kemudian, setelah AS menyadari sikap pemerintah RI yang masih adem ayem dalam menyikapi permintaan ini dihembuskanlah isu adanya rencana pembunuhan Megawati oleh Jemaah Islamiyah (JI). Seolah-olah, kelompok Islam itu adalah ancaman teror yang harus diperhatikan pemerintah.

Pembocoran apa yang dikatakan dokumen CIA di Majalah Time itu kan hal yang mestinya tak mungkin terjadi. Dokumen rahasia kok bisa bocor kecuali memang sengaja disebarkan. Apalagi sosok Umar Al-Faruq kan bisa saja agen AS yang ditanamkan, kata Suripto pada detikcom, Jumat (1/11/2002).

Satu lagi yang makin membuat Suripto yakin, sehari sebelum pemboman Bali, menurutnya Dubes AS Ralph Boyce telah memberi peringatan terhadap kemungkinan adanya pemboman dan juga menyerukan warganya untuk tak berkunjung ke kafe-kafe. Walau hal ini telah dibantah Boyce, Suripto yakin peringatan itu tetap ada.

Karena itu, sebagai mantan petugas intel, Suripto mencium bau operasi intelijen dalam pemboman Bali. Apalagi bila dikaitkan dengan bom mikro nuklir, menurutnya, AS juga memiliki fasilitas produksi bom mikro nuklir yang terdapat di Arizona, AS.

Selain AS, indikasi juga bisa ditelunjukkan ke Mossad, agen rahasia Israel. Terlebih lagi bila memang benar, bom mikro nuklir yang meledak di Bali dibuat di Israel. Negeri zionis ini menurut Suripto punya kepentingan untuk menghentikan perkembangan Islam di Asia Tenggara.

Israel kan dimusuhi oleh negara-negara Islam di Timur Tengah. Karena itu, Israel kemudian melihat Islam menjadi ancaman. Jadi seperti musuh abadi. Nah, dia juga kan khawatir atas perkembangan Islam yang terjadi di Malaysia dan Indonesia. Jadi tak menutup kemungkinan Israel terlibat.

Apalagi dalam pengalaman Suripto, jejak langkah Mossad di Indonesia masih cukup jelas. Ketika intelijen dipegang Benny Moerdani, cukup banyak hubungan antar intel Indonesia dan Israel. Selain itu, di Asia Tenggara, Mossad pun cukup dekat dengan Singapura yang perwira-perwiranya bahkan dilatih di Israel.

Saya hanya melihat mata rantainya dan saya lihat indikasi ke sana ada. Mungkin saja dalam praktek operasinya, mereka mengambil orang lokal karena bagaimanapun yang tahu bagaimana menyimpan barang yang aman di Bali kan orang Indonesia sendiri. Bisa jadi, mereka (eksekutor) yang wajahnya dilansir polisi tidak tahu sama sekali barang dan skenario yang saat ini terjadi.

Berita Terkait:
* Ledakan Bom Bali Bukan C4 Tapi Mikro Nuklir!
* Ahli Bom: Fakta Menunjukkan Bom di Bali Mikro Nuklir
* Israel Sudah Kembangkan Senjata Nuklir Sejak 1960
* Jawaban TNI AD atas Kontroversi Bahan Peledak Bom Bali
* Kapolri: Bahan Mikro Nuklir Tak Ditemukan pada Bom Bali(tbs)
Baca Selanjutnya:
http://www.detik.com/peristiwa/2002/11/01/20021101-065404.shtml

Ahli Bom: Fakta Menunjukkan Bom di Bali Mikro Nuklir
Reporter : Arifin Asydhad

detikcom - Jakarta, Berita bahwa ledakan bom di Bali merupakan mikro nuklir bisa jadi bukan omong kosong. Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa ledakan di Jl. Legian, Kuta, Bali sangat mungkin akibat ledakan mikro nuklir.

Adanya unsur nuklir dalam ledakan di Bali ini pertama kali dimunculkan halturnershow, sebuah situs milik Hal Turner yang mengelola acara talk show radio paling kontroversial di Amerika Serikat. Setelah detikcom mengklarifikasikan dengan seorang ahli bom di lingkungan TNI, berita di halturnershow bisa dijelaskan dengan gamblang.

Kepada detikcom, Kamis (31/10/2002) sumber yang pernah menjadi guru nuklir di sekolah TNI ini sependapat dengan berita itu. Menurut dia, bom di Legian itu merupakan bahan peledak Plutonium 239 tanpa dilapisi Uranium 238.

Ledakan jenis bahan peledak ini bisa dikembalikan dan bersih. Artinya, bahan peledak ini tidak mengeluarkan radio aktif, karena sinar Beta dan sinar Gamma sudah dicuci, sehingga yang tertinggal adalah sinar Alfa. “Bom ini mengeluarkan berjuta-juta partikel radio aktif Alfa. Tetapi, daya jelejahnya hanya beberapa kaki,” kata dia.

Sepengetahuan dia, bom jenis ini hanya diproduksi oleh satu negara di dunia, Israel. Bom ini dibuat di Pusat Nuklir Israel di Dimona, di Gurun Negev, sebuah kawasan tertutup sejak 1960.

Di kalangan militer, bom ini disebut dengan micro-nuc atau micro nuclear. Dibuat dalam berbagai varian kekuatan. Yang terkecil, setara dengan kekuatan 2000 kilo Highs Explosive (HE) TNT dan terkuat setara dengan kekuatan 100.000 HE TNT.

“Dari besarnya kawah di bekas ledakan di depan Sari Club, berdiameter 7,0 meter dengan kedalaman 1,50 meter, setidaknya kekuatan bahan peledak yang digunakan setara dengan 4000 HE TNT,” kata dia.

Dia memperkirakan bom ini sebesar mug copy dengan diameter 6 inchi (15 cm). Bom dibuat secara stabil, sehingga dilemparkan atau terkena api, tidak akan meledak. “Bom seperti ini memang sering digunakan di luar negeri untuk operasi yang sembunyi-sembunyi,” ungkapnya.

Untuk meledakkan bom ini atau mengubah status stabil menjadi masakritis, kata dia, diperlukan pemicu. “Pemicunya tidak lain adalah C4, bahan peledak yang bersifat lamban. Dia harus juga diledakkan dengan RDX,” ujarnya.

Bagaimana dahsyatnya bom ini? Pada saat mencapai masakritis dalam tempo 5/1000 detik, micro-nuc mengalami eksplosi dan membentuk bola api, yang panasnya pada titik ledak sekitar 300 ribu derajat celcius. “Bola api itu mengembang dan melemparkan ke udara 2 ton aspal batu, tanah, pasir, dan sebagainya yang ada di permukaan jalan di depan Sari Club dan membentuk kawah berdiamater 7 meter tadi itu,” kata dia menganalisis.

Menurut dia, gelombang panas 300 ribu derajat Celcius ini membakar bangunan sampai dua blok di sekitar Sari Club serta 100-an mobil. Dalam catatan yang dimilikinya, sebanyak 47 bangunan yang terbakar akibat bom di Legian itu.

“Dalam jarak 10 meter dari titik ledak itu, seseorang akan musnah menguap (evaporasing), seperti dikremasi. Jarak yang lebih jauh lagi sekitar 50 meter dari titik ledak, manusia akan menjadi serpihan-serpihan kecil. Daging, tulang, dan semacamnya hilang. Sedangkan, pada jarak sekitar 100 meter akan terjadi kebakaran hebat,” jelasnya.

Karena dahsyatnya efek ledakan ini, kata dia, tiga dokter ahli di Sydney Australia malah bingung ketika menerima pasien korban bom Legian. “Mereka belum pernah melihat adanya kebakaran kulit sehebat itu, karena memang terbakarnya kulit seperti itu hanya bisa terjadi akibat dampak dari gelombang tanah dari nuklir,” terangnya.

Efek kedua dari micro nuclear ini adalah adanya gelombang tekan. Artinya, adanya tekanan ke segala arah dengan kecepatan 1 juta kaki per detik.

Dampak dari gelombang tekan, terjadilah angin taufan nuklir ke segala arah. “Angin taufan inilah yang meluluhlantakkan 47 bangunan di sekitar Jl. Legian. Besi terputus dan kaca beterbangan, sehingga menimbilkan efek sekunder,” ungkapnya.

“Besi dan kaca yang beterbangan itu akan memutus apa saja. Itu sebabnya, ditemukan jenazah tidak berlengan atau anggota tubuh lainnya yang ditemukan di atas atap. Adapaun 100-an mobil yang hancur itu akibat gelombang tekan dan gelombang panas yang bersifat menghancurkan dan membakar,” tambahnya.

Efek ketiga, adanya radio aktif dengan mengeluarkan sinar alfa. Berjuta-juta partikel sinar Alfa ini akan hilang disapu oleh angin pantai dan hilang. “Inilah sebabnya, Geiger Counter (alat untuk menghitung radio aktif) tidak bisa mendeteksi,” kata dia.

Efek lainnya akibat ledakan bom ini, kata dia, adanya cendawan nuklir (mushroom) saat ledakan terjadi. “Foto ini bisa dilihat di majalah Kompas halaman 10 tanggal 14 Oktober. Ciri seperti ini adalah ledakan nuklir, bukan TNT,” ujarnya.

Menurut dia, ledakan TNT hanya menimbulkan api selama dua detik dan tidak bersifat membakar. Sedangkan ledakan nuklir memunculkan api, karena adanya gelombang panas, munculnya proses cendawan dan jilatan api menuju langit cukup lama,” jelasnya.

Bom seperti ini, sudah diuji coba oleh AS di Kosovo dan Irak (1991), dan terakhir di Afganistan, saat AS memburu kaum Taliban di pegunungan Bora-Bora. Penggunaan bom seperti di daerah pegunungan Afganistan, sangat efektif.

Lantas, bagaimana pelaku menghilangkan jejak? “Diledakkanlah bom konvensional yang jauhnya 3 bangunan dari Sari Club, yaitu di depan Paddy’s Café,” ujarnya.

Ledakan di Paddy’s Café inilah yang menggunakan sebuah mobil van. Peledakannya menggunakan bahan C4 dan RDX. “Bom di Paddys Café ini saya nilai sebagai flash card, untuk menipu kawan main,” jelasnya sambil mengutip istilah intelijen.

Dalam analisisnya, bom di depan Paddys Café ini dipasang oleh orang suruhan, yang tidak tertutup kemungkinan orang lokal. Pelaku suruhan inilah yang akan dikorbankan oleh pelaku bom sesungguhnya.

Dengan fakta-fakta di lapangan inilah, dia yakin, bom di Legian ini adalah bom buatan Israel. “Sampai sekarang, aparat keamanan dan penyidik gabungan belum bisa menjelaskan mengapa ada api berbentuk cendawan. Hal-hal seperti ini tidak mereka ungkapkan,” kata dia.

Yang ada, kata dia, malah keganjilan. Ini berkaitan sketsa yang dibuat Polri dengan AFP (Australian Federal Police) berbeda. “Ini sesuatu yang ganjil, karena tidak ada koordinasi untuk menutupi kejahatan ini,” kata dia. Dia sendiri pesimis, hal-hal di atas akan bisa diungkap tim penyidik, karena tekanan AS sangatlah kuat.

Berita Terkait:

Ledakan Bom Bali Bukan C4 Tapi Mikro Nuklir!
Israel Sudah Kembangkan Senjata Nuklir Sejak 1960(asy)
Baca Selanjutnya:
http://www.detik.com/peristiwa/2002/11/01/20021101-065404.shtml


Israel Sudah Kembangkan Senjata Nuklir Sejak 1960
Reporter : Ananda Ismail

detikcom - Jakarta, Kalau ada yang menyebut Israel adalah pengembang mikro nuklir -- jenis bom yang konon meledak di Bali -- rasanya tidak terlalu berlebihan. Israel ternyata telah membangun instalasi nuklir rahasianya di kawasan Dimona, Gurun Negev sejak awal tahun 1960. Sponsornya adalah Perancis yang membantu penuh pembangunan instalasi tersebut. Namun para pejabat Israel sejak dulu tidak pernah mengakui secara resmi bahwa Israel memiliki senjata nuklir.

Keterangan itu ditulis mantan anggota Kongres AS, Paul Findley, dalam bukunya ”Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the US-Israeli Relationship”, terbitan Lawrence Hill Brooks, Brooklyn, New York, 1993.

Kalau Anda tertarik membacanya, buku ini juga sudah diterjemahkan dengan judul “Diplomasi Munafik ala Yahudi: Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel” terbitan Penerbit Mizan, cetakan I, Mei 1995/Dzulhijjah 1415 H.

Ditulis Findley dalam buku itu, setelah meyakinkan Washington pada 19 Desember 1960 bahwa Israel tak mempunyai program senjata nuklir, Perdana Menteri Israel David Ben Gurion dua hari kemudian mengadakan pertemuan di hadapan Knesset (parlemen Israel) dan mengaku bahwa sebuah reaktor nuklir tengah dibangun di Dimona, Gurun Negev.

Namun ketika itu, David bersikeras bahwa itu semata-mata untuk tujuan damai. Ia bahkan bersumpah bahwa fasilitas nuklir di Dimona akan “memenuhi kebutuhan-kebutuhan industri, pertanian, kesehatan, dan ilmu pengetahuan”. Ia pun berjanji bahwa fasilitas tersebut akan terbuka untuk menerima para siswa pengikut latihan dari negeri-negeri lain. Namun tak satu pun dari pernyataan-pernyataan itu yang terbukti kebenarannya.

Sangkalan-sangkalan Israel sebelumnya mengenai tujuan instalasi Dimona yang sebenarnya, kemudian menyulut kemarahan beberapa anggota Kongres AS. Dalam suatu sesi rahasia dari Komite Hubungan Luar Negeri Senat pada awal 1961, Senator Bourke Hickenlooper tak bisa menyembunyikan kekesalannya.

"Saya kira orang-orang Israel telah membohongi kita seperti pencuri-pencuri kuda mengenai hal ini. Mereka telah menyelewengkan, memberi gambaran keliru dan memalsukan mentah-mentah fakta-fakta di masa lalu,” kecam Bourke.

“Saya kira masalah ini benar-benar serius, mengingat semua yang telah kita lakukan untuk mereka (Israel), dan balasan mereka adalah dengan bertindak dengan cara ini, menyangkut fasilitas reaktor produksi yang sangat jelas, yang mereka bangun dengan diam-diam dan yang secara konsisten tidak mereka akui tengah mereka bangun," sambung dia.

Meskipun timbul sentimen semacam itu, Amerika Serikat tidak pernah mengambil tindakan sungguh-sungguh untuk mencegah Israel meneruskan pengembangan senjata-senjata nuklir mereka. Satu-satunya usaha agak serius dilakukan Presiden Kennedy pada awal 1960-an. Ia mendesak agar Israel membiarkan para pengawas AS memasuki Dimona.

Namun para teknisi Israel membangun sebuah ruang kontrol yang seluruhnya palsu di instalasi Dimona untuk menipu orang-orang Amerika mengenai jenis riset sesungguhnya yang tengah dikerjakan. Tipu muslihat itu berhasil dan inspeksi berakhir pada 1969 -- setahun setelah CIA melaporkan bahwa Israel mempunyai senjata-senjata nuklir -- tanpa menemukan sesuatu yang mencurigakan.

CIA dan para ahli lainnya di seluruh dunia percaya bahwa Israel memiliki bukan hanya senjata-senjata nuklir melainkan juga sarana-sarana untuk mengirimkannya ke jarak jauh. Sebuah laporan lima halaman CIA bertanggal 4 September 1974 mengemukakan kesimpulannya bahwa Israel adalah suatu kekuatan nuklir.

"Berdasarkan bukti-bukti bahwa Israel menyimpan sejumlah besar uranium dimana setengahnya diperoleh dengan cara sembunyi-sembunyi. Sifat mendua dari upaya-upaya Israel di bidang pengayaan uranium dan investasi Israel dalam suatu sistem misil yang sangat mahal yang dirancang untuk mengakomodasi ujung-ujung peledak senjata nuklir,” demikian tulis laporan tersebut.

Israel dapat mengirimkan ujung-ujung peledak senjata nuklir dengan misil balistik 260 mil-nya yang dinamai Jericho. Bahkan, dengan Jericho yang telah dipercanggih, jangkauannya mencapai lebih dari 500 mil. Belum termasuk dengan peralatan artileri atau pesawat-pesawat udara.

Pada September 1988, Israel meluncurkan sebuah satelit percobaan, Ofek-1 (Cakrawala) ke orbit eliptis 250 hingga 1.000 kilometer. Seorang analis Amerika mengatakan, data menunjukkan bahwa roket yang meluncurkan satelit itu cukup kuat untuk membawa sebuah senjata nuklir ke Moskow atau Lybia.

Menurut wartawan Seymour Hersh, yang membuat suatu telaah mengenai program Israel: "Pada pertengahan 1980-an, para teknisi di Dimona telah menciptakan beratus-ratus ujung peledak netron berkadar rendah yang mampu menghancurkan sejumlah besar pasukan musuh dengan kerusakan properti minimal. Ukuran dan kecanggihan persenjataan Israel memungkinkan orang-orang seperti Ariel Sharon untuk bermimpi mengubah peta Timur Tengah dengan bantuan ancaman tak langsung dari kekuatan nuklir.”

Dilaporkan, Israel sudah mulai memproduksi senjata-senjata nuklir sebelum perjanjian non-proliferasi (tidak mengembangkan) nuklir diumumkan secara resmi pada 1968. Namun Israel telah menolak seluruh upaya internasional dan AS untuk menandatangani perjanjian atau membuka fasilitas-fasilitas nuklirnya bagi pengawasan internasional. Alasannya jelas, karena sejak 1968, menurut CIA, Israel telah memiliki senjata-senjata nuklir.

Serangkaian laporan intelijen yang bocor dan cerita-cerita di balik berita sejak itu mengemukakan tentang kemajuan program nuklir Israel yang ambisius. Namun rincian asli dari program Israel baru diketahui publik pada 5 Oktober 1986, ketika Mordechai Vanunu, seorang pekerja yang tidak puas di Dimona, berbicara pada Sunday Times terbitan London.

Vanunu melaporkan bahwa Israel mempunyai "paling sedikit 100 hingga 200 senjata nuklir." Dia mengungkapkan bahwa Israel telah memproduksi senjata-senjata selama dua puluh tahun dan bahwa kini ia merupakan kekuatan nuklir terdepan. Tidak ada pejabat AS atau ahli fisika nuklir yang menyanggah keterangan tersebut.

Jadi Israelkah dalang bom Bali? Wallahua’lam.
Baca Selanjutnya:

peristiwa/2002/11/01/20021101-065404.shtml


‘Jawaban’ TNI AD atas Kontroversi Bahan Peledak Bom Bali
Reporter : M. Rizal Maslan

detikcom - Jakarta, Entah kebetulan atau tidak, Mabes TNI AD seolah ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa ledakan bom di Bali bukan menggunakan TNT. Apalagi ada tudingan dari pihak asing bahwa peledakan di Bali itu menggunakan TNT yang menjadi standar militer.

Momentumnya, Mabes TNI AD mengundang sejumlah wartawan untuk menyaksikan latihan peledakan yang menggunakan bahan TNT (Trinitrotoluene) oleh satu regu siswa Pusat Pendidikan Zeni TNI AD. Latihan peledakan sendiri dilakukan di daerah latihan Gunung Cibodas, Kampung Gedong, Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Kamis (31/10/2002).

Latihan yang disaksikan langsung oleh Komandan Pusdikzi TNI AD Kolonel Czi Pungguh Santoso, Wakadispen TNI AD Kolonel Sugeng termasuk puluhan wartawan. Latihan ini juga diperkenalkan sejumlah jenis peledak TNT, detonator dan obyek sasaran yang diledakan.

Menurut Pungguh, bahan peledak jenis TNT standar militer memiliki dua jenis, yaitu jenis bata yang memiliki berat 450, 400 dan 200 gram. Sedangkan yang jenis batang memiliki berat 160, 130, 75 dan 60 gram.

Kesemua jenis bahan peledak ini memiliki karakteristik, seperti sangat stabil (tidak mudah meledak bila tidak ada pemicunya), kedap air, tidak mengakibatkan kebakaran dan kurang peka. Kurang peka artinya, hanya merusak pada obyek yang diledakkan dan tidak menyebar, bahkan TNT dibakar pun tidak akan meledak.

Kegunaan TNT sendiri bagi pasukan TNI hanya untuk memotong besi baja atau kayu, penghancuran kekuatan atau mobilisasi pasukan musuh dan sabotase lainnya. TNT lebih pada tekanan ledakan bukan sign effect membakar, seperti di Bali.

TNT ini merupakan klasifikasi medium explosive dengan kekuatan 6.500 meter/detik. Jadi berbeda dengan C4 yang memiliki kekuatan ledakan di atas 8.000 meter/detik dan daya efek bakar. Kecuali memang obyek yang diledakan menyebabkan konsleting listrik.

Sekitar satu regu Pusdikzi yang sedang melakukan latihan mendemontrasikan 5 kali ledakan. Pertama, meledakkan sebuah besi baja (besi beton untuk konstruksi jembatan) hingga patah dengan satu TNT jenis bata dengan berat 450 gram. Kedua meledakan TNT di atas tanah dan meledakkan sebuah gubuk dengan jenis dan berat TNT yang sama.

Kesemua ledakan tidak menimbulkan efek bakar dan mengeluarkan api. Hanya kepulan asap hitam dan lubang kecil dimana TNT itu diledakkan. Ledakan ketiga di tanam di tanah sedalam 50 cm. Berikutnya meledakan sebuah gubuk dengan dipasangi 4 buah botol aqua berisi bensin masing-masing 1,5 liter. (Wartawan menyaksikan ledakan ini hanya berjarak 50-70 meter, red).

Begitu diledakkan, gubuk itu hancur berantakan tapi tidak mengeluarkan api, bahkan botol-botol berisi bensin yang disimpan dengan jarak 1-2 meter utuh tidak ikut meledak begitu juga gubuk yang ada di sekitar itu tidak rubuh. Menurut Pangguh, ini membuktikan bahwa efek ledakan TNT tidak meimbulkan bakar. Ciri khas bekas ledakan TNT berwarna hitam di sekitar ledakan dan berasap hitam.

Baik wartawan maupun prajurit diberitahukan cara penggunaan TNT. TNT menurut Pangguh, aman dibawa kemana-mana bila tidak disambungkan dengan detonator (pengantar ledakan awal), kabel, exploder (alat picu) dan galvanometer. TNT bisa diledakkan dengan menggunakan listrik, aki maupun sumbu penyala.

Ketika ditanya bila bukan TNT, bahan peledak apa sebenarnya yang digunakan di Bali? Pungguh hanya mengangkat bahu dan mengatakan dirinya belum mengetahui pasti. "Yang jelas lebih dari ini," kata dia.

Dia juga menambahkan, apa yang diperlihatkan kepada wartawan bukan ingin membuktikan TNI terlibat atau tidak dalam kasus ini. Tetapi agar masyarakat tahu mengenai bahan peledak TNT, khususnya yang digunakan oleh TNI.

Sementara menurut sumber detikcom beberapa waktu lalu mengatakan, bahwa bahan peledak yang digunakan di Bali bisa dikategorikan teknis nuklir (Technical Nuklir). Sumber tersebut tidak percaya bila itu hanya menggunakan TNT, satu box mobil berisi TNT tidak akan sedahsyat itu hingga mengakibatkan luka bakar sejauh radius 200 meter.
http://www.detik.com/
Tetapi apa yang terjadi di Bali, ledakan ini sungguh dahsyat dan bisa membakar korban sejauh radius 200 meter dengan tekanan hawa panas yang tinggi. Ledakan awal telah mengalami penggandaan ledakan dan meyebrkan hawa panas. Dia mencontohkan berkembangbiaknya suatu molekul sehingga berjumlah banyak.

Diskusi

Komen anda
webmaster@mymasjid.net.my